Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu, Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu. Kemarahan hanyalah satu kata yang dekat dengan bahaya.Pikiran yang besar membicarakan ide-ide; Pikiran yang rata-rata membicarakan kejadian-kejadian; Dan pikiran yang kerdil membicarakan orang-orang. Allah memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka.
Menurut Saya
Menurut kaca mata saya, banyak jamaah jumat yang pada ngantuk saat mendengarkan khutbah. Termasuk saya di dalamnya. Nggak pakai basa - basi. Memang kenyataannya seperti itu. Mau apalagi. Suasana mendukung. Angin semilir. Di luar terik. Maka, perpindahan moda itu adalah pemicu utama untuk ngantuk. Dari panas ke dingin. Sepoi – sepoi. Dan panca indra merespon dengan cepat:get rest. Tes, tes, tes,,,,,,,,,,,,,. Padahal ada khutbah. Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Huroiroh ra. berkata, Rasululloh SAW bersabda, “Barangsiapa berwudhu kemudian memperbaiki wudhunya, lalu menghadiri Jumat, lalu dia diam dan mendengarkan, maka diampuni baginya antara Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari. Dan barang siapa yang menyentuh kerikil maka telah melakukan perbuatan yang sia – sia (lahan).” Nah, yang pengin saya komentari adalah pengertian diam dan mendengarkan, apakah didalamnya boleh ngantuk? Sebab diriwayat lain disebutkan kalau qalam diangkat jika seseorang itu tidur atau tertidur. Tidak menutup kemungkinan tidur sambil duduk, saat mendengarkan khutbah bukan? Di dalam Himpunan Kitabul Ahkam halaman 33, No hadits 61 (di kitab saya, mungkin di himpunan Anda tidak ada nomernya) ada sebuah riwayat yang dicuplik dari Sunan Abi Dawud Kitabul Al-Hudud, dari Ali dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Qolam (pena) diangkat dari tiga keadaan, (pertama) dari orang yang tidur sehingga bangun, (kedua) dari anak – anak sehingga baligh dan (ketiga) dari orang yang gila sehingga waras atau berakal.” Pengertian diam dan mendengarkan secara harfiah bisa dikatakan kalau orang itu sadar dari mulai sampai rampung khutbah. Nggak ngantuk atau sibuk sendiri (ngalamun) sehingga melupakan khutbah. Karena tujuannya agar bisa memahami apa yang disampaikan di dalam khutbah. Nah, maksud dari penyampaian dua hadits di atas adalah agar kita lebih hati – hati dalam menghadiri sholat Jumat. Jangan sampai pahala yang dijanjikan; akan diampuni 10 hari dari Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari, menjadi berkurang, muspro atau sirna sama sekali. Gara – gara kita ngantuk, bahkan tertidur sewaktu mendengarkan khutbah. Kiat agar tidak ngantuk dalam khutbah adalah sebagai berikut:
Angkat pandangan kepada Khothib. Dulu sewaktu di Pancoran, khothib sebelum khutbah selalu mengingatkan akan hal ini. Jika kita bisa memandang khotib dari awal sampai akhir, insya Allah dijamin tidak ngantuk.Geser tempat duduk. Jika sudah merasa ngantuk, bergeserlah ke depan atau ke belakang dari tempat duduk kita. Jangan ke samping, karena akan mengganggu teman duduk kita. Juga jangan malah bersandar. Bersandar akan lebih cepat menambah kantuk. Dengan pergeseran ini insya Allah akan mengurangi efek kantuk. Karena ada kejutan motorik, sehingga mata terbelalak kembali.
Sebenarnya ada satu lagi (menurut pandangan saya) sebagai pemicu kantuk saat khutbah. Yaitu kegiatan ngejar sholat tasbih sebelum khutbah jumat. Bagi mereka, patut kita apresiasi atas mempersungguhnya. Akan tetapi lebih baik lagi kalau bisa mengerjakan sholat tasbih jauh sebelum khutbah jumat. Atau setelah sholat jumat. Karena dengan diforsir ngejar sholat tasbih, setelah selesai sholat, tubuh dalam keadaan relaksasi dan akan cepat mengantuk. Karena cenderung diam dan kelelahan. Itu pengalaman saya. Oleh karena itu, sama – sama mempersungguhnya kerjakanlah sholat tasbih pada malam jumatnya. Kalau memang bisa. Sedangkan sebelum khutbah dan sholat jumatnya, kita persungguh untuk mendapatkan ampunan Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari. Jangan sampai mburu uceng kelangan deleg. Karena yang wajib adalah khutbah dan sholat jumatnya, bukan sholat tasbihnya bukan? Jadi, penegasan agar bisa mendapatkan pahala ampunan 10 hari dari Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari adalah tidak ngantuk dan tidak lahan. Mari meraihnya.
Hand Phone (3)
Terus terang, hp yang saya punya termasuk
ketinggalan walaupun tidak butut. Dan pas beli – barunya dulu pun bukan
yang lagi ngetrend alias terbaru. Sedang-sedang saja. Sebab fiturnya
biasa saja, tidak ada kamera, belum polyphonic, tidak ada radio dan
belum berwarna. Harga juga cukupan, tak lebih dari 5 dijit. Dan terus
terang juga, saya tergoda untuk memiliki yang lebih baik dari itu
semua; polyphonic, kamera dan seabrek asesories yang lain bahkan pda
kalau mungkin. Itung - itung mendekati yang terbarulah walaupun tidak
yang paling gress, keluaran anyar. Tapi tunggu dulu..., semua keinginan
tersebut alhamdulillah ketahan dan teredam. Alasannya tak lain adalah
karena masalah fungsi, keduanya masalah skala prioritas. Memang tak
mudah untuk menunda atau mengekangnya dan berorientasi pada fungsi.
Namun sejauh ini itulah yang membuat saya tidak bergeming untuk segera
ganti hp – selain ditunjang adanya skala prioritas.
Setelah
mencermati penggunaan hp, maka saya berkesimpulan bahwa paling banyak
hp digunakan untuk SMS dan keduanya baru untuk bicara atau telepon.
Kenapa SMS? Sebab lebih murah, mudah, bisa disambi dan tidak terlalu
penting/urgent beritanya. Beda dengan penggunaan untuk telepon, biaya
lebih mahal, harus fokus, waktu khusus dan bisa dikatakan bersifat
urgent atau penting. Dengan dua fungsi inilah, maka saya memutuskan dan
mempertimbangkan untuk tidak segera ganti hp mengikuti trend yang ada.
Disamping masih banyak kebutuhan lain yang lebih urgent dari sekedar
ganti hp seperti renovasi rumah, genteng bocor, ganti ban sepeda motor
dan kebutuhan lain yang memang harus segera dipenuhi. Jadi tidak ada
tuntutan yang berlebih kerana jabatan, gengsi, ikut2an atau alasan
lainnya.
Coba sekarang kita kembalikan pada diri kita masing2,
apakah motivasi kita punya/ganti hp? Jawabannya pasti beragam, namun
saya yakin apa yang telah saya utarakan di atas merupakan salah satu
jawabannya. Kalau tidak bertahan pada skala fungsi dan prioritas pasti
alasan kita ada di seberangnya. Yaitu mengikuti mode, gak mau
ketinggalan dan jaim – jaga image. Semua sah – sah saja, tidak ada yang
salah dengan alasan itu. Tapi ada satu hal yang ingin saya tunjukkan
(selain dua tulisan sebelumnya). Mari kita cermati, ternyata hp mampu
menumbuhkan godaan yang begitu kuatnya, sampai-sampai menimbulkan riak
yang begitu dalam di hati kawula muda, bahkan yang dewasa dan kaum tua.
Hp yang begitu kecil, dengan bermacam fungsi yang dimiliki dan
warna-warni fitur yang dibentuk, mampu menyedot perhatian kita dan
merangsang untuk memilikinya. Pesona yang sungguh hebat sampai menusuk
urat – urat nadi ibadah kita. Inilah ’perbawa’ hp, banyak kita yang
terperdaya olehnya. Sekali lagi terperdaya!!!
Pada sebuah acara
pengajian beberapa waktu yang lalu di tempat saya, sungguh terjadi
sesuatu yang menurut saya tidak sepantasnya terjadi. Apakah pantas,
ketika seorang penyampai nasehat/tausyiah, tiba2 hpnya bunyi kemudian
si penyampai minta ijin kepada yang mendengarkan untuk meninggalkan
tempat guna menjawab bunyi hp tersebut (?) Jadi acara vakum sebentar,
karena empunya lagi jawab hp. Bahkan ini tidak terjadi hanya sekali
dalam satu waktu itu, bahkan berulang sampai tiga kali. Selain acara
tersendat, jelas banyak yang nggrundel dengan kejadian itu. Mbokyao
dibilang lagi nasehat, hubungi nanti dan hp dimatikan. Tapi, mungkin
penting atau sangat penting, tidak bisa ditunda. Inilah jawaban yang
belum saya tahu, sejauh apakah pentingnya berita dan komunikasi itu,
sehingga harus mengganggu jalannya dakwah yang diikuti banyak peserta
itu.
Belajar dari kejadian-kejadian itulah, menurut hemat saya
perlu ketegasan dalam etika ber-hp ria, kalau perlu sebuah aturan,
sebuah ketegasan. Atau paling tidak sebuah fanatisme pribadi-pribadi
dari semua kita yang sadar ber hp (maklum plentis, bisanya cuma omdo).
Pantas, ketika saya memberikan tulisan masalah 16 cara untuk bisa
khusyu’ dalam sholat, teman saya terus nylethuk, ”Masih kurang satu
Mas, no 17”
’Apa itu?’ tanya saya pengin tahu.
’Matikan hp,’ jawabnya.
Oalah,....
saya kira dalil atau apa. Tak tahunya lagi - lagi masalah hp.
Sebagaimana sekarang banyak tertulis di masjid – masjid ”matikan hp!”,
selain dilarang tidur dan dilarang bicara waktu khotbah, maka perlu
dicermati lebih lanjut. Inilah bukti...! Dan banyak sudah cerita hp ini
dalam menghiasi laku ibadah kita. Dimana saat khusyu’ sholat tiba –
tiba terdengar NSP. Yang punya hp salah tingkah dan kebingungan
bagaimana cara mematikan hp padahal dia sedang sholat. Sebelahnya
geregetan. Sebelahnya lagi menikmati lagunya, dan lupa kalau sedang
sholat. Dan akhirnya seluruh yang sholat merespon dengan hal yang
berbeda, yang ujungnya sholatnya terganggu. Dan satu lagi – kata teman
saya - malaikat pun bingung melihatnya. Naudzubillah...!
Nah,
saya punya satu tip, jika kita mau ganti hp. Jangan tukar tambah, tapi
berikanlah hp lama kita kepada orang yang belum punya/membutuhkan hp
atau mubaligh/ghotnya kalau dipandang perlu. Sekali lagi kalau
dipandang perlu dan manfaat. Pasti akan beda auranya, baru kemudian
kita beli lagi yang baru. Dijamin kita dapat kepuasan dua (?). Pertama
kepuasan sodaqoh dan kedua punya hp baru. Selamat mencoba.